KKJ Desak MA Batalkan Sidang Diananta di Kotabaru
Foto/Istimewa
Diananta berpenampilan plontos ketika di tahan di tahanan Polres Kotabaru
Komite Keselamatan Jurnalis menyesalkan pengalihan sidang Diananta Putra Samedi ke Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Padahal, katanya, kasus Diananta terjadi di Banjarmasin dan tempat tinggal Diananta di Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru.
Butuh waktu lebih dari 8 jam untuk menuju Pengadilan Negeri Kotabaru.
Informasi ini dipastikan dari website Pengadilan Negeri Kotabaru yang diakses pada Selasa, 2 Juni 2020.
Dalam dakwaan yang dimuat pada website Pengadilan Negeri Kotabaru, jaksa menggunakan alasan Pasal 84 ayat (2) KUHAP.
Pasal 84 ayat (2) ini memuat alasan yang memungkinkan seorang terdakwa disidangkan tidak di wilayah hukum tempat kejadian perkara, tetapi di dalam daerah hukum terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia ditemukan atau ditahan dengan alasan tempat kediaman sebagian besar saksi lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri itu.
Sementara Diananta bertempat tinggal di Kotamadya Banjarbaru sehingga alasan ini tidak berdasar.
Demikian dalam rilis yang didapat media ini melalui WA grup Save Diananta, Rabu (3/6/2020).
Sebelumnya, menyikapi penahanan dan P21 kasus Diananta oleh Kejaksaan Negeri Kotabaru, LBH Pers dan YLBHI sebagai bagian dari tim kuasa hukum Diananta, langsung menyurati Mahkamah Agung pada Jumat, 29 Mei 2020.
Meminta Mahkamah tidak mengeluarkan penetapan sidang Diananta di Pengadilan Negeri Kotabaru.
Jika Mahkamah terlanjur mengeluarkan penetapan, tim kuasa hukum meminta pembatalan penetapan tersebut.
Diananta Putra Samedi adalah Jurnalis di Kalimantan Selatan yang dikriminalisasi atas tuduhan dugaan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan SARA (45A ayat 2 UU ITE).
Saat ini Diananta ditahan di Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Kasus ini bermula dari berita yang ditayangkan kumparan.com/banjarhits.id berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" pada 8, November 2019, pukul 19.00 WITA.
Berita ini ditulis oleh Diananta dan merupakan hasil wawancara dengan narasumber dari masyarakat adat suku dayak yaitu; Bujino, Riwinto, dan Sukirman.
Sebelum ditayangkan, Diananta selaku wartawan yang menulis berita, sudah berupaya mengkonfirmasi dengan menghubungi Andi Rufi, Humas PT Jhonlin Agro Raya (JAR), tetapi tidak ada jawaban. Atas pemberitaan itu Diananta dilaporkan ke Polisi.
Kasus ini adalah sengketa jurnalistik dan tidak dapat serta merta dibawa ke ranah pidana.
Diananta Putra Samedi adalah pemred media online banjarhits.id yang bekerjasama dengan kumparan.com melalui program 1001 startup media.
Melalui kerjasama tersebut, berita wartawan banjarhits.id dimuat di kanal berita kumparan.com/banjarhits.
Terhadap kasus ini Dewan Pers sudah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor: 4/PPR-DP/11/2020 tentang Pengaduan PT Jhonlin Agro Raya Terhadap Media Siber kumparan.com. Artinya kasusnya seharusnya sudah selesai dengan adanya penyelesaian di Dewan Pers.
Jika Diananta Putra Samedi pada akhirnya tetap diadili, maka Diananta harus diadili di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Pemindahan sidang Diananta ke Kotabaru patut diduga sebagai upaya sengaja melemahkan kesempatan Diananta untuk membela diri.
Setidaknya ada 6 alasan mengapa Diananta harus disidangkan di pengadilan Negeri Banjarmasin bukan di Pengadilan Negeri Kotabaru:
Point-point KKJ :
1.) Locus dan tempus delicti peristiwa yang dituduhkan ada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Dalam hal ini Diananta melakukan wawancara narasumber, menulis berita dan menayangkan berita tersebut di Banjarmasin sehingga Pengadilan Negeri Banjarmasin yang memiliki kewenangan mengadili kasus Diananta sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP.
2.) Bahwa Diananta Putra Samedi bertempat tinggal di Kotamadya Banjarbaru yang berdekatan dengan Banjarmasin dan sebagian saksi-saksi yang dihadirkan juga berdomisili di Banjarmasin, sehingga Pasal 84 ayat (2) KUHAP tidak dapat menjadi alasan bagi pelimpahan perkara Diananta ke Kota Baru karena Diananta bertempat tinggal di Banjarmasin;
3.) Bahwa Diananta berhak untuk diadili secara fair, termasuk berhak untuk membela diri baik secara langsung maupun melalui bantuan hukum pilihannya sendiri, serta memeriksa dan meminta diperiksanya saksi-saksi yang memberatkannya dan meminta diperiksanya saksi-saksi yang meringankannya dengan syarat-syarat yang sama dengan saksi-saksi yang memberatkannya.
Pelimpahan kewenangan persidangan Diananta ke wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kotabaru akan membuat hak-hak tersebut tidak dapat terpenuhi oleh karena sebagai berikut:
- Bahwa kuasa hukum Diananta Putra Samedi berkantor di Banjarmasin dan sebagian berkantor di Jakarta. Pelimpahan perkara Diananda akan mempersulitnya untuk mendapatkan bantuan hukum yang maksimal dari Kuasa Hukum;
- Saksi-saksi meringankan maupun ahli-ahli yang hendak dihadirkan oleh Diananta Putra Samedi pada saat di Pengadilan, bertempat tinggal di Banjarmasin dan di Jakarta sehingga bagi mereka akan lebih mudah jika kasus disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin sesuai dengan locus delicti perbuatan yang dituduhkan;
- Saksi-saksi yang diperiksa oleh Penyidik sebagian juga berdomisili di Banjarmasin dan saksi-saksi meringankan yang akan dihadirkan oleh Diananta juga bertempat tinggal di Banjarmasin.
Berdasarkan alasan tersebut maka pelimpahan persidangan ke wilayah hukum Kotabaru jelas akan menghilangkan atau setidaknya mempersulit hak korban untuk melakukan pembelaan;
- Bahwa sepanjang ditahan di tahanan Kepolisian Resort Kotabaru dengan status tahanan kejaksaan, Diananta dipersulit aksesnya untuk bertemu dengan keluarga maupun kuasa hukum.
"Kami memahami ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam kerangka menghadapi penyebaran covid-19, akan tetapi kebijakan tersebut tidak boleh menghilangkan hak orang dalam status tersangka ataupun terdakwa.
Komunikasi tersangka dengan keluarga atau kuasa hukum bisa dialihkan melalui komunikasi virtual atau video call sebagaimana dipraktikkan di berbagai Kepolisian. Fakta bahwa polisi menolak permintaan keluarga dan kuasa hukum untuk dapat berkomunikasi melalui video call dengan Diananta telah melanggar hak-haknya sebagai tersangka yang harus dianggap dan diperlakukan tidak bersalah sebelum ada putusan pengadian yang berkekuatan hukum tetap."
"Kami menduga pelimpahan perkara ke Kotabaru sebagai upaya sengaja atau setidaknya telah menjauhkan persidangan Diananta Putra Samedi dari akses kuasa hukum dan pantauan publik, oleh karena kasus ini memiliki banyak persoalan secara prosedur maupun substansi."
"Bahwa kami mengkhawatirkan keamanan Diananta mengingat di wilayah hukum Kotabaru pada tahun 2018, pernah ada kejadian wartawan M Yusuf meninggal di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II Kotabaru dalam status yang sama seperti Diananta yaitu tahanan kejaksaan Kejaksaan.
(Alm) Wartawan ini (waktu itu) dilaporkan oleh Jhonlin Group yaitu PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) atas pasal tindak pidana yang sama seperti halnya yang disangkakan kepada Diananta.
Kasus yang dituduhkan kepada Diananta sendiri tidak dapat dilepaskan pula dari persoalan konflik lahan masyarakat dayak yang melibatkan perusahaan PT JAR."
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mendesak Mahkamah Agung untuk tidak mengeluarkan Surat Penetapan persidangan Diananta Putra Samedi ke wilayah hukum Pengadilan Negeri Kotabaru baik atas dasar permintaan pihak Kejaksaan maupun Ketua Pengadilan Negeri Kotabaru.
"Jika Mahkamah Agung sudah terlanjur mengeluarkan penetapan, maka kami mendesak Mahkamah Agung untuk membatalkan penetapan itu."
Sekadar diketahui, Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019 yang beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu;
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Komite Keselamatan Jurnalis secara khusus bertujuan untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis.
(*)
Diananta berpenampilan plontos ketika di tahan di tahanan Polres Kotabaru
Komite Keselamatan Jurnalis menyesalkan pengalihan sidang Diananta Putra Samedi ke Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Padahal, katanya, kasus Diananta terjadi di Banjarmasin dan tempat tinggal Diananta di Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru.
Butuh waktu lebih dari 8 jam untuk menuju Pengadilan Negeri Kotabaru.
Informasi ini dipastikan dari website Pengadilan Negeri Kotabaru yang diakses pada Selasa, 2 Juni 2020.
Dalam dakwaan yang dimuat pada website Pengadilan Negeri Kotabaru, jaksa menggunakan alasan Pasal 84 ayat (2) KUHAP.
Pasal 84 ayat (2) ini memuat alasan yang memungkinkan seorang terdakwa disidangkan tidak di wilayah hukum tempat kejadian perkara, tetapi di dalam daerah hukum terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia ditemukan atau ditahan dengan alasan tempat kediaman sebagian besar saksi lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri itu.
Sementara Diananta bertempat tinggal di Kotamadya Banjarbaru sehingga alasan ini tidak berdasar.
Demikian dalam rilis yang didapat media ini melalui WA grup Save Diananta, Rabu (3/6/2020).
Sebelumnya, menyikapi penahanan dan P21 kasus Diananta oleh Kejaksaan Negeri Kotabaru, LBH Pers dan YLBHI sebagai bagian dari tim kuasa hukum Diananta, langsung menyurati Mahkamah Agung pada Jumat, 29 Mei 2020.
Meminta Mahkamah tidak mengeluarkan penetapan sidang Diananta di Pengadilan Negeri Kotabaru.
Jika Mahkamah terlanjur mengeluarkan penetapan, tim kuasa hukum meminta pembatalan penetapan tersebut.
Diananta Putra Samedi adalah Jurnalis di Kalimantan Selatan yang dikriminalisasi atas tuduhan dugaan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan SARA (45A ayat 2 UU ITE).
Saat ini Diananta ditahan di Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Kasus ini bermula dari berita yang ditayangkan kumparan.com/banjarhits.id berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" pada 8, November 2019, pukul 19.00 WITA.
Berita ini ditulis oleh Diananta dan merupakan hasil wawancara dengan narasumber dari masyarakat adat suku dayak yaitu; Bujino, Riwinto, dan Sukirman.
Sebelum ditayangkan, Diananta selaku wartawan yang menulis berita, sudah berupaya mengkonfirmasi dengan menghubungi Andi Rufi, Humas PT Jhonlin Agro Raya (JAR), tetapi tidak ada jawaban. Atas pemberitaan itu Diananta dilaporkan ke Polisi.
Kasus ini adalah sengketa jurnalistik dan tidak dapat serta merta dibawa ke ranah pidana.
Diananta Putra Samedi adalah pemred media online banjarhits.id yang bekerjasama dengan kumparan.com melalui program 1001 startup media.
Melalui kerjasama tersebut, berita wartawan banjarhits.id dimuat di kanal berita kumparan.com/banjarhits.
Terhadap kasus ini Dewan Pers sudah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor: 4/PPR-DP/11/2020 tentang Pengaduan PT Jhonlin Agro Raya Terhadap Media Siber kumparan.com. Artinya kasusnya seharusnya sudah selesai dengan adanya penyelesaian di Dewan Pers.
Jika Diananta Putra Samedi pada akhirnya tetap diadili, maka Diananta harus diadili di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Pemindahan sidang Diananta ke Kotabaru patut diduga sebagai upaya sengaja melemahkan kesempatan Diananta untuk membela diri.
Setidaknya ada 6 alasan mengapa Diananta harus disidangkan di pengadilan Negeri Banjarmasin bukan di Pengadilan Negeri Kotabaru:
Point-point KKJ :
1.) Locus dan tempus delicti peristiwa yang dituduhkan ada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Dalam hal ini Diananta melakukan wawancara narasumber, menulis berita dan menayangkan berita tersebut di Banjarmasin sehingga Pengadilan Negeri Banjarmasin yang memiliki kewenangan mengadili kasus Diananta sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP.
2.) Bahwa Diananta Putra Samedi bertempat tinggal di Kotamadya Banjarbaru yang berdekatan dengan Banjarmasin dan sebagian saksi-saksi yang dihadirkan juga berdomisili di Banjarmasin, sehingga Pasal 84 ayat (2) KUHAP tidak dapat menjadi alasan bagi pelimpahan perkara Diananta ke Kota Baru karena Diananta bertempat tinggal di Banjarmasin;
3.) Bahwa Diananta berhak untuk diadili secara fair, termasuk berhak untuk membela diri baik secara langsung maupun melalui bantuan hukum pilihannya sendiri, serta memeriksa dan meminta diperiksanya saksi-saksi yang memberatkannya dan meminta diperiksanya saksi-saksi yang meringankannya dengan syarat-syarat yang sama dengan saksi-saksi yang memberatkannya.
Pelimpahan kewenangan persidangan Diananta ke wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kotabaru akan membuat hak-hak tersebut tidak dapat terpenuhi oleh karena sebagai berikut:
- Bahwa kuasa hukum Diananta Putra Samedi berkantor di Banjarmasin dan sebagian berkantor di Jakarta. Pelimpahan perkara Diananda akan mempersulitnya untuk mendapatkan bantuan hukum yang maksimal dari Kuasa Hukum;
- Saksi-saksi meringankan maupun ahli-ahli yang hendak dihadirkan oleh Diananta Putra Samedi pada saat di Pengadilan, bertempat tinggal di Banjarmasin dan di Jakarta sehingga bagi mereka akan lebih mudah jika kasus disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin sesuai dengan locus delicti perbuatan yang dituduhkan;
- Saksi-saksi yang diperiksa oleh Penyidik sebagian juga berdomisili di Banjarmasin dan saksi-saksi meringankan yang akan dihadirkan oleh Diananta juga bertempat tinggal di Banjarmasin.
Berdasarkan alasan tersebut maka pelimpahan persidangan ke wilayah hukum Kotabaru jelas akan menghilangkan atau setidaknya mempersulit hak korban untuk melakukan pembelaan;
- Bahwa sepanjang ditahan di tahanan Kepolisian Resort Kotabaru dengan status tahanan kejaksaan, Diananta dipersulit aksesnya untuk bertemu dengan keluarga maupun kuasa hukum.
"Kami memahami ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam kerangka menghadapi penyebaran covid-19, akan tetapi kebijakan tersebut tidak boleh menghilangkan hak orang dalam status tersangka ataupun terdakwa.
Komunikasi tersangka dengan keluarga atau kuasa hukum bisa dialihkan melalui komunikasi virtual atau video call sebagaimana dipraktikkan di berbagai Kepolisian. Fakta bahwa polisi menolak permintaan keluarga dan kuasa hukum untuk dapat berkomunikasi melalui video call dengan Diananta telah melanggar hak-haknya sebagai tersangka yang harus dianggap dan diperlakukan tidak bersalah sebelum ada putusan pengadian yang berkekuatan hukum tetap."
"Kami menduga pelimpahan perkara ke Kotabaru sebagai upaya sengaja atau setidaknya telah menjauhkan persidangan Diananta Putra Samedi dari akses kuasa hukum dan pantauan publik, oleh karena kasus ini memiliki banyak persoalan secara prosedur maupun substansi."
"Bahwa kami mengkhawatirkan keamanan Diananta mengingat di wilayah hukum Kotabaru pada tahun 2018, pernah ada kejadian wartawan M Yusuf meninggal di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II Kotabaru dalam status yang sama seperti Diananta yaitu tahanan kejaksaan Kejaksaan.
(Alm) Wartawan ini (waktu itu) dilaporkan oleh Jhonlin Group yaitu PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) atas pasal tindak pidana yang sama seperti halnya yang disangkakan kepada Diananta.
Kasus yang dituduhkan kepada Diananta sendiri tidak dapat dilepaskan pula dari persoalan konflik lahan masyarakat dayak yang melibatkan perusahaan PT JAR."
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mendesak Mahkamah Agung untuk tidak mengeluarkan Surat Penetapan persidangan Diananta Putra Samedi ke wilayah hukum Pengadilan Negeri Kotabaru baik atas dasar permintaan pihak Kejaksaan maupun Ketua Pengadilan Negeri Kotabaru.
"Jika Mahkamah Agung sudah terlanjur mengeluarkan penetapan, maka kami mendesak Mahkamah Agung untuk membatalkan penetapan itu."
Sekadar diketahui, Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019 yang beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu;
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Komite Keselamatan Jurnalis secara khusus bertujuan untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis.
(*)
0 Response to "KKJ Desak MA Batalkan Sidang Diananta di Kotabaru"
Posting Komentar